Clenbuterol adalah zat yang terkenal karena penggunaannya dalam mengobati asma dan dapat membantu penurunan berat badan. Tapi obat ini belum mendapatkan persetujuan penggunaan untuk obesitas di Amerika Serikat. Mengapa? Dan apakah sebenarnya Clenbuterol?
Clenbuterol adalah senyawa kimia yang termasuk dalam kelas obat yang disebut beta 2-agonis. Obat-obatan dalam kategori ini dapat menyebabkan pelebaran otot bronkus (saluran napas).
Agonis beta 2 sering digunakan untuk mengobati asma. Nah, selain digunakan untuk mengobati asma, obat ini juga populer sebagai suplemen penurun berat badan.
Mengapa? Hal ini berhubungan dengan pengaruhnya terhadap pertumbuhan otot dan pengurangan lemak.
Meski dari efeknya, clenbuterol bukanlah steroid, namun obat ini memiliki sifat yang mirip dengan steroid anabolik, misalnya meningkatkan massa otot. Karena sifat ini juga clenbuterol telah digunakan pada hewan ternak untuk meningkatkan jumlah otot tanpa lemak.
Food and Drug Administration (FDA) belum menyetujui clenbuterol untuk digunakan pada manusia.
Penggunaannya yang masih disetujui oleh FDA adalah untuk pengobatan obstruksi jalan napas pada kuda.
Di luar Amerika Serikat, clenbuterol tersedia dengan resep dokter hanya untuk pengobatan asma. Kadang-kadang juga diresepkan untuk pengobatan penyakit paru obstruktif kronik (COPD).
Di Indonesia, obat ini belum diregulasi oleh BPOM untuk digunakan secara bebas.
Di Amerika, clenbuterol juga telah diamati sebagai bahan tambahan pada obat-obatan terlarang, seperti heroin. Jadi sebaiknya berhati-hati dalam penggunannnya.
Clenbuterol telah diketahui dapat meningkatkan massa otot dan mengurangi lemak tubuh. Obat ini diketahui tetap berada di dalam tubuh dengan efek aktif selama sekitar 6 hari setelah dikonsumsi (bisa bertahan lebih lama).
Karena manfaat ini, sering digunakan sebagai suplemen penurun berat badan atau untuk meningkatkan performa atletik.
Orang yang mengonsumsi clenbuterol untuk menurunkan berat badan atau peningkatan kinerja biasanya juga menggunakan steroid anabolik atau hormon pertumbuhan.
Meski demikian, clenbuterol bukanlah steroid, tetapi memiliki sifat yang mirip dengan steroid anabolik, seperti meningkatkan massa otot. Karena sifat ini, clenbuterol telah digunakan pada ternak untuk meningkatkan jumlah otot tanpa lemak.
Studi tentang efikasi clenbuterol sebagai penurun berat badan atau peningkat performa pada manusia masih sangat terbatas, meskipun banyak penelitian telah dilakukan pada hewan dan ternak.
Banyaknya obat yang diminum tergantung rekomendasi dokter. Penggunannnya secara umum adalah:
Dosis yang dianjurkan adalah antara 0,02 dan 0,03 miligram per hari. Obatnya tersedia dalam bentuk tablet atau inhaler untuk pengobatan asma.
Seperti banyak bronkodilator yang digunakan untuk pengobatan asma, harus menggunakannya sesuai kebutuhan, dosis yang dianjurkan sesuai kebutuhan untuk penggunaan rutin sehari-hari.
Obat tersedia dalam bentuk tablet, cairan, atau injeksi.
Orang yang mengonsumsi clenbuterol untuk tujuan ini biasanya menggunakan antara 0,06 dan 0,12 milligram per hari, lebih tinggi dari dosis yang dianjurkan untuk pengobatan asma.
Clenbuterol dapat memiliki efek samping jika digunakan secara berlebihan atau disalahgunakan.
Efek samping yang dapat terjadi berkaitan dengan konsumsinya mencakup:
Rata-rata efek samping yang dilaporkan terjadi terhadap clenbuterol adalah bahwa 11 dari 13 kasus disebabkan oleh penggunaan clenbuterol untuk menurunkan berat badan atau binaraga.
Clenbuterol belum disetujui oleh FDA untuk digunakan pada manusia. Obat ini sering digunakan secara off-label untuk menurunkan berat badan atau untuk meningkatkan kinerja atletik.
Di Indonesia, obat ini belum diregulasi oleh BPOM untuk digunakan secara bebas.
Atlet profesional yang dinyatakan positif menggunakan obat ini dapat didiskualifikasi dari partisipasi dalam olahraga kompetitif.
Clenbuterol dapat memiliki efek samping negatif jika digunakan secara berlebihan atau disalahgunakan. Penting untuk mengikuti semua pedoman dosis saat menggunakan clenbuterol.
Clenbuterol merupakan obat asma yang juga memeiliki efek menurunkan berat badan. Tapi penggunaannya masih dibatasi dan belum dapat izin untuk manusia dengan masalah berat badan.
Untuk mendapatkan obat dan penanganan yang tepat, konsultasi ke dokter adalah cara paling tepat dan akurat.
Sebagai informasi, obat saja tidak cukup dalam menurunkan berat badan. Selalu kombinasikan dengan gaya hidup dan diet sehat untuk mencapai berat badan idealmu.
Untuk mendapatkan program penurunan berat badan yang sesuai kondisi tubuh dan kebutuhan masing-masing, kamu bisa ikut program Sirka.
Program Sirka menggabungkan terapi obat dan gaya hidup sehat untuk mencapai tujuan penurunan berat badanmu. Di program ini kamu akan mendapat panduan dan dipantau oleh dokter dan ahli gizi. Bahkan 93,5% orang yang mengikuti program Sirka berhasil menurunkan berat badan!
Klik tautan ini untuk informasi selengkapnya!
Konsultasi Diabetes - Kapan dan ke Dokter Apa? Konsultasi diabetes adalah salah satu langkah penting…
Apakah Ada Jus untuk Menurunkan Gula Darah? Simak Faktanya! Mengonsumsi jus merupakan salah satu pilihan…
Apakah Penderita Diabetes Boleh Makan Jengkol? Jengkol merupakan salah satu makanan yang populer di Indonesia…
Modafinil - Obat Stimulan yang Dapat Menurunkan Berat Badan? Modafinil adalah obat yang menstimulasi sistem…
Desvenlafaxine - Obat Depresi yang bisa Menurunkan Berat Badan? Desvenlafaxine adalah obat antidepresan untuk mengobati…
Loratadine - Obat Anti Alergi yang bisa Menurunkan Berat Badan? Loratadine mampu meredakan gejala pada…