Pernahkah kamu karena stres malah jadi makan lebih banyak? Atau senang karena mendapatkan pencapaian tertentu, lalu kalap makan? Jika iya, itu berarti kamu sedang melakukan emotional eating.
Ternyata, emotional eating dapat membahayakan kesehatan tubuh. Mari kenali tentang kebiasaan makan yang sebaiknya kita tinggalkan ini!
Emotional eating adalah makan karena pengaruh/respon dari emosi, baik itu emosi positif seperti senang dan bahagia atau pun emosi negatif seperti sedih dan marah tanpa perduli pada sinyal lapar dan kenyang.
Emotional eating sendiri bukan sebuah gangguan perilaku makan, tetapi merupakan tanda dari gangguan perilaku makan yang dapat berkembang menjadi gangguan perilaku makan.
Penyebab emotional eating dibagi menjadi dua, yaitu penyebab eksternal dan internal.
Emosi negatif atau pun positif bisa menjadi penyebab eksternal emotional eating. Contohnya:
Untuk penyebab internal emotional eating, antara lain:
Stres atau emosi negatif dapat merusak kontrol seseorang dalam mengontrol pola makannya yang berhubungan dengan asupan makanan yang mereka paksakan sendiri, terutama saat diet. Akibatnya, tubuh mereka tidak bisa mengenali pembatasan makanan sendiri dan kekurangan makanan, sehingga metabolisme melambat dan rasa lapar meningkat.
Jadi, jangan sampai diet yang dilakukan malah justru menjadi penyebab emotional eating.
Karena emotional eating dapat menyebabkan makan terlalu banyak, kebiasaan makan ini dapat menyebabkan obesitas yang berkaitan dengan banyak penyakit metabolik. Saat selesai makan karena respon emosi, biasanya akan ada rasa penyesalan.
Selain itu, jika terbiasa menggunakan makan sebagai mekanisme koping, maka hal ini akan sulit ditinggalkan.
Lakukan hal ini untuk mengatasi dan mencegah emotional eating:
Membedakan lapar asli dan palsu agar tidak terjadi emotional eating. Ciri lapar asli adalah:
Kelola stres dengan baik agar emotional eating tidak berlanjut atau dapat dicegah sebelum terjadi.
Biasanya kamu lebih sering mengalami emotional eating karena apa? Sedih, kecewa, senang, atau emosi lain? Mempelajari pemicunya dapat mencegah terjadinya emotional eating.
Catat makanan yang sudah kamu makan dengan meal log. Meal log sendiri tersedia pada aplikasi Sirka.
Dengan meal log, kamu bisa ingat-ingat apakah makanan yang kamu makan ini dimakan karena lapar asli atau karena respon emosi saja.
Dari meal log, bisa ketahuan apakah makan yang kamu lakukan merupakan hasil dari lapar asli atau palsu serta kapan saja jadwal makanmu. Usahakan untuk selalu makan di jadwal yang sama di setiap harinya
Carilah support system untuk membantumu dalam mencegah/mengatasi emotional eating. Kamu bisa curhat atau stress release dengan mereka.
Contoh support system adalah keluarga, pasangan, teman dekat, dan ahli gizi.
Wajar saja merasakan emosi karena kita adalah manusia. Yang terpenting adalah bagaimana cara kita merespon emosi.
Makan adalah mekanisme koping yang mudah, terutama jika di tempatmu akses makanannya begitu mudah, tetapi makan merupakan mekanisme koping yang kurang sehat.
Mari hindari emotional eating agar bisa terhindar dari penyakit metabolik dan lakukan mekanisme koping yang jauh lebih sehat seperti olahraga.
Ingin berhenti melakukan emotional eating, ayo klik link ini!
Apakah Penderita Diabetes Boleh Makan Jengkol? Jengkol merupakan salah satu makanan yang populer di Indonesia…
Modafinil - Obat Stimulan yang Dapat Menurunkan Berat Badan? Modafinil adalah obat yang menstimulasi sistem…
Desvenlafaxine - Obat Depresi yang bisa Menurunkan Berat Badan? Desvenlafaxine adalah obat antidepresan untuk mengobati…
Loratadine - Obat Anti Alergi yang bisa Menurunkan Berat Badan? Loratadine mampu meredakan gejala pada…
Aprepitant - Obat Anti Mual yang Bermanfaat untuk Berat Badan? Apakah kamu pernah mendengar obat…
5 Rekomendasi Ikan untuk Penderita Diabetes dan Cara Mengonsumsinya Tidak semua ikan buruk bagi penderita…